Text
Securitization outside the West : West African security reconceptualised
Buku ini menganalisis proses sekuritisasi di luar Barat, dengan fokus pada Afrika. Tujuan dari volume ini adalah untuk mengembangkan kerangka analitis asli untuk menjelaskan dinamika sekuritisasi-neo-patrimonialisme di Afrika Barat, dengan memanfaatkan wawasan dari teori sekuritisasi, sosiologi, dan psikologi. Di antara para kritikus, sekuritisasi telah menjadi standar emas untuk menganalisis tantangan yang muncul, seperti migrasi, terorisme, dan keamanan manusia. Namun, terlepas dari agendanya yang semakin luas, kerangka tersebut juga dituduh bias, dengan konteks politik Barat dan struktur pemerintahan yang demokratis sebagai intinya. Buku ini bertujuan untuk mengonsep ulang kerangka tersebut dengan cara yang lebih sesuai dengan konteks non-Barat, terutama dengan mengonsep ulang hubungan sekuritisasi-neo-patrimonialisme di Afrika, yang memberi kita wawasan baru yang signifikan tentang konteks politik non-Barat. Buku ini menganalisis proses sekuritisasi di antara elit politik di bawah negara neo-patrimonial, dan selanjutnya memperluas konseptualisasi sekuritisasi ke dalam negara Afrika, yang dicirikan oleh garis yang kabur antara pemimpin dan negara. Buku ini mengeksplorasi proses sekuritisasi ancaman di Liberia, Sierra Leone, dan Afrika Barat yang lebih luas, serta rezim neo-patrimonial negara-negara ini. Dengan demikian, buku ini mengeksplorasi pengaruh rezim neo-patrimonial negara-negara ini terhadap proses sekuritisasi ancaman. Buku ini akan sangat menarik bagi mahasiswa studi keamanan kritis, politik Afrika, dan Hubungan Internasional. ;;; Neo-patrimonialisme adalah istilah yang digunakan dalam ilmu politik dan sosiologi untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang menggabungkan elemen patrimonialisme tradisional (di mana kekuasaan bersifat pribadi dan berpusat pada seorang pemimpin, seperti raja atau kepala suku) dengan elemen birokrasi modern. Dalam sistem ini, meskipun ada struktur formal seperti konstitusi, hukum, dan institusi pemerintahan, hubungan personal dan loyalitas pribadi seringkali memainkan peran dominan dalam pengambilan keputusan dan distribusi sumber daya. Ciri-ciri Neo-Patrimonialisme: 1. Kekuasaan Personalistik: Pemimpin politik sering menggunakan kekuasaan mereka untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu daripada untuk kepentingan publik. 2. Loyalitas Personal: Alih-alih berdasarkan aturan formal, kekuasaan sering dikelola melalui hubungan pribadi, patronase, atau koneksi klien. 3. Institusi Ganda: Ada institusi formal yang tampak modern (seperti kementerian atau parlemen), tetapi sering kali kekuasaan nyata berada pada jaringan informal. 4. Korupsi dan Patronase: Penguasaan sumber daya negara cenderung digunakan untuk memperkuat kekuasaan dengan memberikan hadiah atau pekerjaan kepada pendukung politik. 5. Ketidakstabilan Hukum: Hukum formal sering diabaikan atau dimanipulasi untuk melayani kepentingan elite. Contoh: • Di banyak negara berkembang, seperti di Afrika, Asia, atau Amerika Latin, beberapa pemerintah menunjukkan karakteristik neo-patrimonial, di mana sistem birokrasi modern ada tetapi dipengaruhi oleh pola kekuasaan tradisional. • Pemimpin menggunakan sumber daya negara untuk mendukung jaringan loyalitas pribadi, seperti memberikan kontrak pemerintah kepada keluarga atau teman. Neo-patrimonialisme sering dikritik karena menghambat pembangunan demokrasi, melemahkan birokrasi, dan meningkatkan korupsi, tetapi di sisi lain juga dapat menciptakan stabilitas politik dalam masyarakat yang terfragmentasi.
No copy data
No other version available